Paguyuban Banyumas Jembrana Eratkan Silaturahmi dan Jiwa Sosial di Tanah Rantau
- account_circle Jokowae
- calendar_month Minggu, 20 Apr 2025
- visibility 291
- comment 0 komentar

suarajembrana.com – Keluarga Besar Paguyuban Banyumas Jembrana yang didirikan tahun 5 Oktober 1997 di Kabupaten Jembrana. Paguyuban Banyumasan adalah wadah bagi para pendatang yang berasal dari wilayah dialektika bahasa ngapak atau Karesidenan Banyumas Raya yang meliputi wilayah Cilacap hingga Banjarnegara. Seiring dengan perkembangannya saat ini Paguyuban Banyumas di Kabu Jembrana merupakan ajang silaturahmi. “Ngapak ora ngapak, sing penting kompak!”

Ada sebuah torehan sejarah dimana antara tahun 1855 hingga 1866 I Gusti Ngurah Made Pasekan mengemban tugas sebagai regent atau setingkat bupati. Waktu itu pihak Belanda menyingkirkan I Gusti Ngurah Made Pasekan ditangkap dan diungsikan ke Banyumas. Waktu itu K.P.A Mertadiredja memberikan sebidang tanah di Desa Kejawar. Raja ke VI Jembrana bersama keluarga tinggal di lokasi itu hingga akhir hayatnya. Di areal makam Raja ke VI Jembrana juga terdapat pesarehan atau makam keluarga R Marjana Mertadiredja.
Pendiri Paguyuban Banyumas Purwandi, SW ceritakan bahwa inti sari dari Paguyuban ini adalah ajang silaturahmi. Dimana kami perantau yang telah beranak cucu dan bekerja di Bali. Dan menyatukan persaudaraan yang kental, ada yang bekerja di pemerintah, ada pedagang, ada pengusaha, dan ada pula yang Abdi Negara. Apalagi ini kumpul ajang halal bihalal di sebuah warung makan Kreteg Nyirang, Desa Baluk, Minggu (20/4/2025).
“Selain kumpul-kumpul ajang Paguyuban juga melakukan arisan sebagai penyemangat baik di kalangan bapak-bapak dan juga para ibu. Walau tak bernilai nominal besar, tapi sudah kumpul saja rasanya senang. Seperti bahasa Banyumasan “Ngapak ora ngapak, sing penting kompak!,” ungkap Purwandi.
Menurut Purwandi, sejak terbentuk di Provinsi Bali, maka di Kabupaten Jembrana terbentuklah Paguyuban Banyumas pada tanggal 5 Oktober 1997. Hingga kini berusia 28 tahun. Banyak pula aksi sosial yang telah dilakukan. Karena kita juga menjalankan kotak amal. Yang mana hasil kotak amal tersebut dibuka jelang Idul Fitri. Dan hasil itu kita belikan paket sembako ke pondok pesantren.
“Paguyuban Banyumas di Kabupaten Jembrana walau hanya bisa dihitung dengan jari, tapi kekompakan kami tetap terjalin baik. Dulu juga ada dari Paguyuban ini yang beda agama, tapi itu bukan kendala. Karena kebersamaan itu terjalin lebih indah dan damai. Dan kami tidak membeda-bedakan, itu pernah terjadi tahun lalu,” tuturnya.
Ia juga jelaskan, untuk dana infaq atau kotak amal ada pula sumbangan suka rela. Berupa beras, mie instan, lengkapnya paket sembako. Kedepan tentu kita akan lakukan bakti sosial. Bantuan ini bisa mencapai kwintal. Untuk dinominalkan uang kisaran juta. Tanpa mau menyembuhkan secara rinci. Maklum di Paguyuban ini hanya total 14 warga yang aktif.
“Untuk program pemerintah terutama di Kabupaten Jembrana, apapun itu kita tetap dukung. Apalagi ada sebuah histori sejarah dimana antara tahun 1855 hingga 1866 I Gusti Ngurah Made Pasekan mengemban tugas sebagai regent atau setingkat bupati,” katanya.
Purwandi kisahkan, waktu itu pihak Belanda menyingkirkan I Gusti Ngurah Made Pasekan ditangkap dan diungsikan ke Banyumas. Waktu itu K.P.A Mertadiredja memberikan sebidang tanah di Desa Kejawar. Raja ke VI Jembrana bersama keluarga tinggal di lokasi itu hingga akhir hayatnya. Di areal makam Raja ke VI Jembrana juga terdapat pesarehan atau makam keluarga R Marjana Mertadiredja. Sampai saat ini tetap terjalin harmonis.
“Hari ini lagi asik kumpul minum dawet ayu dan tempe mendoan memang nikmat. Makan bersama, rasa kekeluargaan, dan berjiwa sosial itu sungguh nikmat. Apalagi mengenang kisah-kisah di perantauan dan menambah kekerabatan,” pungkasnya. ™
- Penulis: Jokowae
Comment