Menyulam Makna Penguatan Kultur Kebhinekaan Dalam Kehidupan Bermasyarakat
- account_circle Jokowae
- calendar_month Sabtu, 11 Jan 2025
- visibility 340
- comment 0 komentar

suarajembrana.com – Evaluasi hasil pelatihan yang diadakan Maarif Institute. Tahun 2024 saat itu diadakan pelatihan dan penguatan ragam kultur ke Bhineka Tunggal Ika dalam corak ragam agama, budaya, dan juga kebudayaan. Dimana secara fungsional nilai kemanusiaan, mendorong aktualitas kebhinekaan, memperluas kekuatan partisipasi di masyarakat, dan melestarikan warisan corak ragam budaya serta mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Dengan demikian diadakan evaluasi sejauh mana peserta di Bali telah menerapkan langsung. Diadakan zoom meeting ini untuk mengingat dan melanjutkan sebagai bukti nafas kebangsaan.
Mohammad Shofan, Direktur Riset Maarif Institute, katakan saat zoom meeting kepada 24 peserta dari Kabupaten Jembrana di ruang rapat Kantor Camat Negara, mengulas pemahaman selama pelatihan tahun 2024 lalu apa sudah diterapkan. Baik lembaga masyarakat, institusi pemerintah, dan juga di dunia pendidikan. Dan juga menjadi catatan dan bahan evaluasi di tahun 2025 sebagai insani yang penuh dinamika dan tentu problem yang bisa diselesaikan secara bijak dan arif, Sabtu (11/01/2025).
Salah satu peserta Camat Negara Wayan Andy Suka Anjasmara, S.STP., M.M. menjelaskan tentang dinamika kultur dalam unsur institusi pemerintah. Hal ini perlu kebijaksanaan yang ditentukan dan dorongan. “Sehingga ilmu yang diberikan Maarif Institute memang terbukti jitu. Baik itu gejolak dan gesekan dapat diselesaikan dengan bijak dan tepat. Dan diupayakan tak hanya itu saja, Buku-buku sebagai bahan referensi bisa juga dibagikan sebagai modal rumus penjabaran di masyarakat,” ujar Andy.
Sementara secara gamblang di pandu langsung oleh Dr. Muqowim, S.Ag., M.A katakan, sangat berterimakasih acara ini. Kualitas diri kita bisa menjalankan secara alami. Jalin komunitas secara positif, dan zoom meeting ini bisa juga saling menyampaikan informasi sebagai luapan yang kita alami bersama.
“Sehingga tentu memperlakukan setiap orang tentu yang berbeda-beda. Dalam hal kultur keluarga pun demikian, bahkan ragam konotasi beragama. Artinya memahami da menyeragamkan sebuah rasa kebersamaan dan saling mengenal. Tentu dalam kata yaitu komunikasi,” tuturnya dihadapan 24 peserta.
Menurut Muqowim, kesalahan komunikasi berupa memberi penghakiman secara moral, senang membanding-bandingkan diri dan menyangkal tanggungjawab. Ini saling memahami dalam konteks berupa menghargai ragam rasa kebersamaan.
“Poin penting dalam NVC (Non-Violent Communication) nilai positif baik itu aktivitas sekecil mungkin. Dengan rasa kesadaran sehingga terarah. Menjadi sebuah kepuasan batin, dan bisa rasa bersyukur. Dan apa yang kita lakukan terbukti dapat membias pada lingkungan itu sendiri,” jelas Muqowim.
Secara garis besar ia juga tegaskan, fokus pada memperbaiki dan mengendalikan diri sendiri, bukan orang lain. Dan diharapkan semua peserta dari kalangan pemerintah, lembaga sosial masyarakat atau bidang agama, pendidikan dan juga elemen masyarakat serta di dunia pekerja.™
- Penulis: Jokowae
Comment